Percakapan tentang keadilan gaji…

Anak buah 1(Yuyun):

Hey…aku ngga habis pikir, si bos itu cara pikirnya gimana sih!. Masak anak baru dapat gaji bisa lebih tinggi dari kita. Mentang-mentang dia Sarjana. Memangnya kalau sudah sarjana pasti bisa kerja?

Anak buah 2 (Asep):

Iya…kita udah kerja lebih dari sepuluh gaji segini-gini aja. Kayaknya si bos cuma lihat dari gayanya aja, atau jangan-jangan karena agamanya sama. Atau karena satu suku. Ah…ga tau deh…jadi ga semangat kerja nih. Kayaknya kita perlu ngomong nih sama si bos. Neng Oni aja yang ngomong, kan kalau sama Neng Oni si bos mau ngedengerin.

Anak buah 3 (Oni):

Ah..sama aja. Tapi kalau kalian minta aku ngomong sih boleh-boleh aja. Tapi ntar si bos jadi sentimen sama aku.

Anak buah 2 (Asep):

Halah…si bos ngga sentimen atau sentimen gajimu kan juga segitu-gitu aja. Iya kan? Lagi pula bos kita Ibu Kokom kan bentar lagi resign.

Anak buah 3 (Oni):

Engga ah…aku ngga mau ngomong sama si bos. Tapi kalau kalian mau, aku nanti ngomong sama temennya si bos aja….ke pak Dadang. Kalau pak Dadang kan orangnya baik. Ntar biar pak Dadang aja yang nyampein ke bos kita. Lagipula pak Dadang sama bos kita kan akrab juga.

Anak buah 1 (Yuyun):

Ya udah…gitu juga boleh. Habis nyheshek nih dadanya…tiap mau kerja bawaannya jadi ga semangat.

 Akhirnya dengan langkah pejuang, Neng Oni menghadap ke pak Dadang.

Oni:

Selamat sore pak….ada yang ingin saya bicarakan ke bapak. Apakah Bapak ada waktu?

Pak Dadang:

Oh! …ya..ya…mari-mari. Silakan.Ada apa Oni?

Oni:

Begini pak…anak-anak pada mengeluh dengan kebijakan Ibu Kokom. Itu loh pak…si Iis anak baru…katanya gajinya lebih tinggi dari kami-kami yang sudah lama bekerja di sini. Lagi pula bu Kokom itu sering mengistimewakan si Iis. Padahal kalau kata Pak Soleh yang sebentar lagi menggantikan posisi Ibu Kokom, si Iis itu kerjaannya ngga baik…malah kata Pak Soleh dia ngga mau pakai si Iis. Saya sebenarnya ngga enak pak…mau ngomongkan hal ini. Apalagi ini menyangkut masalah gaji. Kalau saya mah…digaji segini yang udah aja…walaupun memang ngga rela juga sih…kalau yang baru dapat lebih tinggi.

Terus nih..pak, Ibu Kokom itu juga ngga tegas dan baik banget sama Ibu Personalia. Ibu Personalia itu sering ngga jujur lho pak soal uang…tapi bu Kokom mah iya-iya aja dengan apa yang dikatakan Ibu personalia.

Ah…ngga tahu deh pak…anak-anak pada ngga semangat nih.

Pak Dadang:

Wah….kok bisa gitu ya. Tapi saya bisa apa ya… Ya sudah…saya tampung dulu…saya pertimbangkan dulu apa yang harus saya lakukan.

Oni:

Ya sudah…ngga apa-apa pak. Maaf ya Pak…sekali lagi saya sebenarnya ngga suka ngomongin soal gaji.

Pak Dadang:

Iya…tidak apa-apa

 

Beberapa hari kemudian Pak Dadang ketemu Bu Kokom dan menyampaikan permasalahan tadi.

 

Bu Kokom :

Pak Dadang…..memang cara berpikir anak buah kita pasti berbeda dengan cara berpikir kita. Sekarang coba Bapak menempatkan diri Bapak di posisi saya, lalu silakan mengevaluasi apa yang saya katakan.

1.      Apakah kita harus memberikan gaji sama pada setiap orang. Mengapa saya memberi lebih pada Iis? Saya mempunyai rencana sendiri untuk Iis, karena dia mempunyai bibit leadership yang baik. Berbeda dengan Oni, Asep dan Yuyun. Ketika saya merekrut Iis saya sudah meletakkan requirement saya dan Iis bisa memenuhi requirement itu.

2.      Apakah kita harus terbuka 100% pada setiap bawahan kita? Mengapa mereka cari tahu berapa penghasilan orang baru? Lalu manfaat apa yang mereka dapatkan dengan mencari tau gaji orang lain? Ketidak nyamanan kan?

3.      Bagaimana cara pak Soleh menilai Iis? Apakah dia menggunakan formulir evaluasi kerja? Ataukah hanya karena dulu Iis & pak Soleh pernah berselisih paham, sehingga dasar penilaian hanya like and dislike? Lalu kalau memang pak Soleh bijaksana, mengapa pak Soleh harus memberitahukan hasil penilaiannya kepada rekan Iis lainnya yang levelnya lebih rendah dari Iis?

4.      Apakah saya harus memproklamirkan setiap keputusan yang saya ambil untuk kasus-kasus kecurangan? Saya memproses kasus-kasus berdasarkan bukti-bukti dan intuisi atas kejujuran seseorang. Silakan mereka membuktikan dalam kasus apa saya berlaku tidak adil.

5.      Dan…kalau memang Oni, Asep dan Yeyen adalah karyawan yang baik…mereka tidak akan menilai sisi negatifnya orang lain. Karyawan yang baik akan berusaha bekerja sama positif dengan orang-orang lain. Disamping itu mereka adalah karyawan yang tidak mau maju dan hanya mengharapkan belaskasihan untuk karir mereka, karena mereka tidak pernah bekerja lebih dari jumlah gaji yang mereka dapatkan. Mereka akan selalu berhitung dengan waktu, dan itu akan merepotkan kita. Hanya saja, kadangkala hal ini tidak disadari oleh para pimpinan. Banyak pimpinan yang berlaku sama seperti bawahannya.

Begitulah pak Dadang….semoga dengan ini pak Dadang lebih bisa memahami posisi saya dan keputusan yang saya ambil. Saya berterimakasih karena diberi informasi ini. Selanjutnya saya berharap pak Dadang membantu saya untuk bisa meluruskan hal ini, dan memberi pemahaman bagi mereka, bagaimana seharusnya mereka menyikapi situasi dan pekerjaan.

Satu lagi yang membuat kita harus melakukan keputusan yang dirasa tidak adil. Yaitu bahwa kita terikat dengan peraturan pemerintah tentang UMP. Sepuluh tahun yang lalu saya ingat bahwa Oni, Asep dan Yeyen dan yang lainnya mendapatkan gaji kurang lebih 400rb. Mereka setiap tahun mendapat kenaikan sesuai peraturan UMP dan prestasi mereka adalah rata-rata. Perlu dicatat bahwa gaji mereka sudah di atas UMP. Pendidikan mereka adalah SMU. Ketika orang baru masuk, dengan jenjang pendidikan S1, memiliki pengalaman kerja 2tahun, memenuhi requirement dan memiliki potensi untuk dikembangkan, saya beri 10% lebih tinggi dari mereka saat ini….dan hal itu masih dianggap tidak adil. Oh!!! Sungguh…kasihan mereka. Paradigma mereka harus dirubah. Saya mohon bantuan pak Dadang untuk meluruskan hal ini. Saya sudah tidak mungkin berbicara langsung kepada mereka karena saya sudah tidak di sini, kecuali mereka datang langsung pada saya.

 

Itulah sekelumit cerita yang mungkin sering muncul sebagai bahan pembicaraan di tempat kerja. Yang mau sharing silakan…bebas lho.!!!

5 thoughts on “Percakapan tentang keadilan gaji…

  1. Iya, memang seringkali ada gap antara pekerja dan manajemen, terutama tentang kebijakan. Tetapi memang masalah salary seharusnya masalah yg private, tidak boleh semua orang tahu.

    Semoga sukses di tampat yang baru.
    GBU

  2. Jabrik says:

    Lingkungan kerja memang lingkungan yang unik apalagi untuk belajar, membuktikan kalau kita memang pantas untuk digaji lebih adalah dengan pembuktian secara fisik lewat prestasi, dan sudah sepantasnya yang menerima gaji lebih, harus mampu menunjukkan prestasi kalau memang dia pantas untuk mendapatkannya.

  3. wawaw says:

    Mau tanya/tanggapan…saya dari luar jakarta. Ada tawaran dengan gaji pokok 3jt/bln di jakarta pusat. Kemudian ada reward sebesar 1jt/minggu berdasarkan kinerja kerja mingguan. Jadi total bisa 7jt/bln. Waktu kerja saya dari jam 6 pagi s/d 6-7 malam. Saya akan ditempatkan pada level supervisor/controler operasional. Pertanyaanya :
    1) Apakah pantas gaji saya segitu di Jakarta dengan jam kerja kurang lebih 10 s/d 12 jam?
    2) Kira-kira biaya hidup yang cukup di jakarta berapa dengan kost/kontrak?

    Terimakasih…mohon tanggapan teman2.

  4. lina says:

    Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan kita untuk menerima tawaran bekerja. Diantaranya adalah perusahaan yang menawarakan, lokasi kantor, jenis pekerjaan, opportunity (jenjang karier), pengetahuan baru, gaji, dll.
    Semua faktor-faktor tsb tidak berdiri sendiri, mereka saling berkaitan. Yang bisa membantu kita dalam mengambil keputusan preferensi mana yang terbesar untuk kita dari faktor-faktor tersebut. Mengenai pantas atau tidak pantas, itupun bergantung pada preferensi kita.
    Saya sendiri tidak pernah menghitung berapa jam saya bekerja, tetapi saya lebih menekankan apa yang sudah saya hasilkan dari jam kerja saya.
    Untuk informasi, biaya hidup di Jakarta juga bergantung pada life style kita. Tetapi secara normal, untuk kost/kontrak biasanya berkisar minimal 200-500rb , maksimalnya bisa dihitung dari harga sewa apartement mewah. Sedangkan untuk biaya makan, minimal Rp. 6000,- per-sekali makan. Untuk biaya transport minimal Rp 3000,- per sekali jalan.
    Semoga ini bisa membantu pak Wawan dalam mengambil keputusan. Yang perlu diingat adalah tetapkan dulu apa tujuan kita dalam bekerja. Mengenai biaya hidup tergantung bagaimana kita mensiasatinya.
    Semoga sukses.

  5. lina says:

    Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan kita untuk menerima tawaran bekerja. Diantaranya adalah perusahaan yang menawarakan, lokasi kantor, jenis pekerjaan, opportunity (jenjang karier), pengetahuan baru, gaji, dll.
    Semua faktor-faktor tsb tidak berdiri sendiri, mereka saling berkaitan. Yang bisa membantu kita dalam mengambil keputusan adalah preferensi mana yang terbesar untuk kita dari faktor-faktor tersebut. Mengenai pantas atau tidak pantas, itupun bergantung pada preferensi kita.
    Saya sendiri tidak pernah menghitung berapa jam saya bekerja, tetapi saya lebih menekankan apa yang sudah saya hasilkan dari jam kerja saya.
    Untuk informasi, biaya hidup di Jakarta juga bergantung pada life style kita. Tetapi secara normal, untuk kost/kontrak biasanya berkisar minimal 200-500rb , maksimalnya bisa dihitung dari harga sewa apartement mewah. Sedangkan untuk biaya makan, minimal Rp. 6000,- per-sekali makan. Untuk biaya transport minimal Rp 3000,- per sekali jalan.
    Semoga ini bisa membantu pak Wawan dalam mengambil keputusan. Yang perlu diingat adalah tetapkan dulu apa tujuan kita dalam bekerja. Mengenai biaya hidup tergantung bagaimana kita mensiasatinya.
    Semoga sukses.

Leave a comment